Lebih dari Sekadar Kebahagiaan

cerita tentang kesenangan selalu tidak menarik.
Itu bukan cerita tentang manusia dan kehidupannya,
tapi tentang surga, dan jelas tidak terjadi di atas bumi kita ini.
Kebahagiaan, dengan segala kilau gemilangnya, seringkali digambarkan sebagai puncak pencapaian hidup. Namun, dalam narasi kehidupan yang mengalir di balik layar, justru ketidaksempurnaan dan kesedihanlah yang memberi kedalaman pada cerita manusia. Cerita yang hanya berisi kebahagiaan—indah dan menenangkan memang, tetapi seperti mimpi yang terlalu sempurna, tak memiliki ruang untuk momen yang membekas di hati. Mungkin cerita seperti itu milik surga, tempat yang jauh dari segala rasa sakit, dan jelas, bukan bagian dari kehidupan manusia di bumi ini.
Bagi kita yang menjalani hidup di dunia yang penuh liku ini, kebahagiaan murni adalah sebuah persinggahan singkat di tengah perjalanan yang panjang dan kadang melelahkan. Kehidupan manusia tidak hanya tercipta dari satu warna; ia adalah spektrum yang luas dan kaya, penuh dengan nuansa yang kadang gelap dan misterius. Ketika kita hanya mendengar cerita tentang kebahagiaan yang mulus tanpa goresan, kita kehilangan sentuhan kejujuran yang sesungguhnya. Karena, sesungguhnya, keindahan hidup justru terletak pada perjalanannya, pada bagian-bagian yang mengguncang jiwa, menyentuh hati, dan mengubah kita menjadi sosok yang lebih utuh.
Cerita tentang kebahagiaan tanpa rintangan adalah kisah tentang surga, sebuah tempat tanpa badai, tanpa gelombang yang datang menggulung. Namun, di dunia ini, kita terikat pada batas dan takdir, pada musim yang terus bergulir tanpa henti, dan pada realita yang sering kali jauh dari sempurna. Sebuah kisah yang hanya menawarkan kesenangan mungkin tak lebih dari bunga kertas yang terlihat indah dari jauh, tetapi ketika didekati dan disentuh, tak ada aroma, tak ada sentuhan nyata. Hidup tidak hanya tentang kebahagiaan semata; ia adalah tentang bangkit dari jatuh, tentang menemukan harapan di antara reruntuhan, dan tentang menciptakan makna dari kekosongan.
Penderitaan adalah tinta yang menggoreskan makna pada cerita kita. Ketika kebahagiaan datang setelah luka, kita menyadari betapa berharganya momen itu. Kisah-kisah yang benar-benar menyentuh jiwa kita adalah kisah-kisah tentang perjuangan, tentang ketabahan melawan badai, tentang keberanian melawan ketakutan, dan tentang menemukan kekuatan dalam kelemahan. Kebahagiaan yang datang setelah kita melewati penderitaan terasa lebih bermakna, seperti sinar mentari yang terbit setelah malam yang panjang dan kelam. Itulah sebabnya cerita-cerita yang menggugah perasaan dan meninggalkan jejak di hati kita hampir selalu mengandung elemen ketidaksempurnaan dan penderitaan.
Jadi, ketika kita membaca atau mendengarkan kisah-kisah kehidupan, kita tidak mencari kebahagiaan yang terus-menerus, tetapi kita mencari kisah yang hidup, yang penuh dengan dinamika, yang mencerminkan diri kita. Manusia adalah makhluk yang tidak sempurna, dan justru ketidaksempurnaan itulah yang membuat kita terus mencari, terus belajar, dan terus tumbuh. Sesungguhnya, kebahagiaan yang sejati tidak muncul dari cerita yang selalu sempurna, tetapi dari perjalanan yang kita tempuh menuju kebahagiaan itu sendiri. Mungkin, di dunia ini, kita tak butuh cerita tentang surga. Kita hanya butuh cerita yang benar-benar berbicara tentang hidup, dengan segala kekurangannya.